TAWAF
A. cara mengerjakannya
1. Orang yang melakukan tawaf memulai tawafnya dengan cara meletakkan bagian tengah selendangnya di bawah ketiak kanannya dan menaruh kedua ujungnya di atas pundak kirinya, kemudian dia berdiri di dekat Hajar Aswad, lalu dia menciumnya, atau menyalaminya atau memberi isyarat kepadanya semampunya, dengan memposisikan Ka’bah di sebelah kirinya, kemudian ia membaca: bismillah wallahu akbar, allahumma imanan bika wa tashdiqan bi kitabika wa wafa’an bi ‘ahdika wattiba’ an li sunnatinnabiyyi shallallahu ‘alaihi wa sallam (dengan nama Allah, Allah Mahabesar, ya Allah, karena iman kepada-Mu, karena membenarkan Kitab-Mu, karena memenuhi janji kepada-Mu dan karena mengikuti sunah nabi-Mu).
2. Sesudah memulai tawaf, seseorang disunnahkan berlari-lari kecil pada tiga putaran pertama dan berjalan biasa pada empat putaran terakhir, dengan tetap berada di dekat Ka’bah, bila ia tidak bisa berlari-lari kecil atau tidak dapat berada di dekat Ka’bah, karena saking banyaknya orang yang tawaf dan karena saking ramainya desak-desakan manusia, dia dipersilakan tawaf semampunya. Dia juga disunahkan menyalami Rukun Yamani dan mencium Hajar Aswad atau menyalaminya pada setiap putaran.
Dia juga disunahkan memperbanyak doa dan zikir, dia diizinkan memilih doa dan zikir yang disenangi tanpa harus terikat oleh doa dan Zikir tertentu, orang yang sedang tawaf tidak dilarang membaca Al-Qur’an ketika sedang tawaf, karena tawaf disyariatkan untuk mengingat Allah, dan Al-Qur’an adalah zikir.
Sesudah menyelesaikan tujuh putaran tawaf, ia meneruskannya dengan mengerjakan shalat dua rakaat dengan membaca firman Allah, “Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat shalat.” (Al-Baqarah:125), dengan demikian, selesailah prosesi tawaf,
B. Macam-macam tawaf
1. Tawaf qudum
2. Tawaf ifadhah
3. Tawaf wada’
4. Tawaf sunah.
C. Syarat tawaf
1. Suci dari hadats kecil, hadats besar dan najis. Dalam hadits Aisyah disebutkan, “Rasulullah datang ke tempatnya ketika ia sedang menangis. Maka beliau menanyainya, ‘Kamu haid?’ Dia menjawab, ‘Ya’. Beliau bersabda, ‘Ini adalah sesuatu yang telah Allah takdirkan untuk kaum wanita. Kerjakanlah amalan yang dikerjakan orang yang sedang menunaikan ibadah haji, tapi jangan lakukan tawaf sebelum kamu mandi.” (HR Muslim).
Sedang orang yang terkena najis yang tidak mungkin dihilangkan, Seperti penderita penyakit beser dan wanita istihadhah yang darahnya terus mengalir, dibolehkan mengerjakan tawaf dan tidak berkewajiban membayar denda apapun.
2. Menutup aurat. Hal ini didasarkan pada hadits Abu Hurairah yang berbunyi, “Di haji yang dipimpinnya sebelum haji wada, Abu Bakar Ash-Shiddiq menyuruhku bersama beberapa orang untuk mengumumkan di hari raya Idul Adha, ‘Sesudah tahun ini orang musyrik tidak boleh lagi melakukan ibadah haji, dan orang telanjang tidak diizinkan lagi tawaf di Baitullah.” (HR Asy-Syaikhani).
3. Harus tujuh putaran, bila ia meninggalkan satu langkah di salah satu putaran, tawafnya tidak sah, jika ia ragu tentang jumlah putaran yang sudah dikerjakannya, ia harus memilih putaran paling sedikit, dan bila ia ragu sesudah selesai mengerjakannya, ia tak berkewajiban apa-apa.
4. Memulai dan mengakhiri di Hajar Aswad.
5. Ka’bah harus ada di sebelah kiri orang yang mengerjakan tawaf, karena itu, jika posisi Ka’bah di sebelah kanannya saat ia tawaf, tawafnya tidak sah.
6. Tawaf harus di luar Ka’bah. Bila dia tawaf di Hijr Isma’il, tawafnya tidak sah, karena Hijr Isma’il dan Syadzirwan termasuk bagian Ka’bah.
7. Langsung melanjutkannya dengan sai menurut Malik dan Ahmad, dan tidak mengapa bila antara keduanya disela oleh jeda sebentar tanpa uzur dan jeda lama dengan uzur. Namun, mazhab Hanafi dan mazhab Syafi’i berpendapat lain, langsung melanjutkan tawaf dengan sai adalah sesuatu yang sunah. Masih menurut kedua mazhab ini, orang tawaf yang berhadats saat mengerjakan tawaf harus berwudhu, lalu ia langsung melanjutkan hitungan putaran yang sudah dikerjakannya, dan tidak wajib memulai dari putaran pertama lagi, sekalipun jeda antara keduanya cukup lama.
D. Sunah tawaf
1. (a) Menghadap Hajar Aswad ketika memulai tawaf sambil membaca takbir dan tahlil, (b) mengangkat kedua tangan dan menyalami Hajar Aswad dengan cara meletakkan keduanya di atasnya, (c) mencium Hajar Aswad tanpa mengeluarkan suara jika dimungkinkan, namun bila tidak mungkin, orang yang tawaf disarankan untuk menyentuhnya dengan tangan dan menciumnya, atau menyentuhnya dengan sesuatu lalu menciumnya, atau memberi isyarat ke arahnya dengan tongkat dan sejenisnya.
Ibnu Umar menuturkan, “Nabi mendekat ke Baitullah dan menyalami Hajar Aswad dengan membaca: bismillah wallahu akbar. (HR Ahmad), dan Muslim meriwayatkan, “Abu Thufail menuturkan, “Aku melihat Rasulullah tawaf di Baitullah dan menyalami Hajar Aswad dengan tongkat, kemudian beliau menciumnya.”
Berdesak-desakkan di Hajar Aswad:
Berdesak-desakkan di Hajar Aswad diperbolehkan selama tidak menyakiti orang lain.
2. Meletakkan bagian tengah selendang di bawah ketiak kanan dan menaruh kedua ujungnya di atas pundak kiri. Ibnu Abbas menuturkan, “Nabi dan para sahabatnya melakukan Umrah dari Ji’iranah dengan meletakkan bagian tengah selendang mereka di bawah ketiak kanan mereka dan menaruh kedua ujungnya di atas pundak kirinya.” (HR Ahmad dan Abu Dawud).
3. Berlari-lari kecil pada tiga putaran pertama dan berjalan biasa pada empat putaran terakhir. Ibnu Umar menuturkan, “Rasulullah berlari-lari kecil dari Hajar Aswad hingga Hajar Aswad sebanyak tiga kali putaran dan berjalan biasa pada empat putaran.” (HR Muslim).
Meletakkan bagian tengah selendang di bawah ketiak kanan dan menaruh kedua ujungnya di atas pundak kiri dan berlari-lari kecil pada tiga putaran pertama hanya disunahkan untuk kaum pria di tawaf umrah dan seluruh tawaf yang dilanjutkan dengan sai dalam ibadah haji. Kaum wanita tidak disunahkan melakukan keduanya karena mereka wajib menutup aurat.
4. Menyalami Rukun Yamani. Hal ini didasarkan pada perkataan Ibnu Umar yang berbunyi, “Aku tak pernah melihat Nabi menyentuh rukun Ka’bah selain Rukun Yamani dan Hajar Aswad.” (HR Bukhari dan Muslim). Dia juga menuturkan, “Aku tak pernah meninggalkan tindakan menyalami Rukun Yamani dan Hajar Aswad sejak aku melihat Rasulullah menyalami keduanya, baik saat longgar maupun saat sempit.” (HR Bukhari dan Muslim).
E. Shalat sunah dua rakaat usai tawaf
Orang yang telah selesai melakukan seluruh jenis tawaf disunahkan mengerjakan shalat sunah dua rekaat di Maqam Ibrahim atau di tempat mana saja di dalam masjid. Pada rakaat pertama dia disunahkan membaca surah Al-Kafirun, dan pada rakaat kedua dia disunahkan membaca surah Al-Ikhlas. Hal ini telah diriwayatkan secara shahih dari Rasulullah seperti yang telah diriwayatkan Muslim, dan dua rakaat sesudah tawaf ini bisa dikerjakan kapan saja, termasuk pada waktu-waktu terlarang. Bila seseorang mengerjakan shalat fardhu sesudah melaksanakan tawaf, ia tak perlu lagi mengerjakan shalat sunah dua rakaat sesudah tawaf. Ini adalah pendapat yang shahih dalam mazhab Syafi’i dan pendapat yang masyhur dalam mazhab Hanbali, tetapi mazhab Maliki dan mazhab Hanafi mengatakan, tidak ada shalat yang bisa menggantikan kedudukan shalat sunah dua rakaat sesudah tawaf.
F. Melintas di depan orang yang sedang shalat di Tanah Haram Mekkah
Seseorang diperbolehkan mengerjakan shalat di Masjidil Haram sekalipun orang banyak, baik laki-laki maupun perempuan, sedang berlalu-lalang di depannya, tanpa adanya kemakruhan sedikit pun, dan ini merupakan salah satu keistimewaan Masjidil Haram.
G. Tawaf kaum pria dan kaum wanita
Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Juraij, “Atha’ memberitahuku, Ibnu Hisyam melarang kaum wanita tawaf bersama kaum pria. Aku langsung menanyainya, ‘Mengapa dia melarang mereka, padahal istri-istri Nabi telah tawaf bersama kaum pria?” Aku (Ibnu Juraij) menanyainya, ‘Apakah itu sesudah turunnya ayat hijab atau sebelumnya?’ Dia menjawab, Sumpah demi Allah, itu adalah sesudah turunnya ayat hijab. Aku menanyainya lagi, “Bagaimana mungkin mereka bercampur-baur dengan kaum pria?” Dia menjawab, “Mereka tidak bercampur baur dengan kaum pria. Aisyah tawaf di tempat terpisah dari kaum pria dan tidak berada di dekat mereka. Lalu seorang wanita mengatakan, “Ummul Mukminin, menyingkirlah, biarkan kami mencium Hajar Aswad.’ Aisyah menjawab, Tidak, kamulah yang harus menyingkir. Kaum wanita itu keluar di malam hari dengan bercadar, dan sesudah mereka ada di dekat Ka’bah, kaum pria dikeluarkan.”
Seorang wanita juga diizinkan mencium Hajar Aswad ketika sedang sendirian dan jauh dari kaum pria.
H. Tawaf dengan naik kendaraan
Orang yang tawaf diperbolehkan naik kendaraan sekalipun ia bisa berjalan bila memang ada sesuatu yang mengharuskannya naik kendaraan. Ibnu Abbas menuturkan, “Nabi tawaf di haji wada’ dengan mengendarai seekor unta dan menyalami Hajar Aswad dengan tongkat.” (HR Bukhari dan Muslim).
I. Makruh bagi penderita penyakit lepra tawaf bersama orang banyak
Malik meriwayatkan dari Ibnu Mulaikah “Umar bin Khaththab melihat seorang wanita penderita lepra melaksanakan tawaf di Ka’bah, maka dia mengatakan, Wahai hamba Allah, jangan ganggu orang lain, bagaimana kalau kamu duduk saja di rumahmu? Wanita itu pun melaksanakannya. Beberapa waktu kemudian seorang pria melintas di dekatnya dan mengatakan, “Orang yang melarangmu telah wafat, sekarang keluarlah” Wanita itu menjawab, “Aku tak mungkin menaatinya saat masih hidup lalu mendurhakainya sesudah dia Wafat!”
J. Sunah meminum air Zam-Zam
Setelah selesai tawaf dan mengerjakan shalat sunah dua rakaat, Orang yang tawaf disunahkan meminum air Zam-Zam. Telah disebutkan dalam Ash-Shahihain bahwa Rasulullah minum air Zam-Zam dan beliau telah bersabda “Air Zam-Zam diberkahi, dia adalah makanan yang menghilangkan rasa lapa, dan obat yang menyembuhkan penyakit.” Jibril juga telah mencuci hati Rasulullah dengan air zam-zam pada malam Isra’ dan Mi’raj.
K. Adab minum air Zam-Zam
Orang yang minum air Zam-Zam disunahkan meniatkan kesembuhan dan niat-niat lain yang mengandung kebaikan dunia dan akhirat, karena Rasulullah 18 telah bersabda, ‘Air Zam-Zam tergantung niat meminumnya.” (HR Ahmad dan Baihaqi, dan di-shahih-kan oleh Syaikh al-Albani dalam Al-Irwa’).
Orang yang meminum air Zam-Zam disunahkan pula untuk menghentikan minumnya setiap kali ia bernapas tiga kali, menghadap kiblat, minum hingga kenyang, memuji Allah, dan berdoa.
L. Sunah berdoa di Multazam
Sesudah minum air Zam-Zam, orang yang tawaf disunahkan berdoa di Multazam. Baihaqi telah meriwayatkan, “Ibnu Abbas az: selalu berada di tempat antara Hajar Aswad dan pintu Ka’bah sembari mengatakan, “Antara Hajar Aswad dan pintu Ka’bah disebut Multazam, bila seseorang terus ada di sana, doanya pasti dikabulkan oleh Allah bila ia berdoa.”
M. Sunah masuk Ka’bah dan Hijr Isma’il
Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Umar “Rasulullah, Usamah bin Zaid, dan Utsman bin Thalhah masuk Ka’bah dan menutupnya. Sesudah mereka membukanya, Bilal memberitahuku bahwa Rasulullah & telah shalat di dalam Ka’bah di antara dua tiang Yaman.”
Para ulama telah menjadikan hadits ini sebagai dalil sunnahnya masuk ke dalam Ka’bah dan melaksanakan shalat di dalamnya, hanya saja ia tidak termasuk rangkaian amalan haji.
Dikutip dari Buku: Ringkasan Fiqih Sunnah
Penulis: Sulaiman bin Ahmad bin Yahya Al-Faifi.
Cetakan: Ketiga
Penerbit: Beirut Publishing
Halaman: 395-400