IKUTI
MACAM-MACAM HAJI

MACAM-MACAM HAJI

Oleh : Marcoumrah - Kategori : Artikel
9
Mar 2021

MACAM-MACAM HAJI

A. Haji ada tiga macam
1. Haji qiran
2. Haji tamattu’
3. Haji ifrad.

Para ulama menyepakati bolehnya ketiga macam haji ini.

B. Makna haji qiran

Haji qiran berarti mengerjakan haji dan umrah secara bersamaan dan ketika membaca talbiah mengucapkan: labbaika bi haj wa umrah” (aku datang memenuhi panggilan-Mu untuk menunaikan haji dan umrah), dan ini mengharuskan pelakunya untuk tetap dalam keadaan ihram hingga selesai mengerjakan umrah dan haji sekaligus, dan makna lain untuk haji qiran adalah mengerjakan umrah lalu menambahinya dengan ihram haji sebelum mengerjakan tawaf.

C. Makna haji tamattu’

Haji tamattu’ berarti mengerjakan umrah di bulan-bulan haji, kemudian menunaikan haji di tahun yang sama. Cara mengerjakannya ialah: niat mengerjakan umrah dari miqat dan ketika membaca talbiah mengucapkan: labbaika bi umrah (aku datang memenuhi panggilan-Mu untuk menunaikan umrah), dan ini mengharuskan pelakunya untuk tetap dalam keadaan ihram hingga ia tiba di Mekkah dan mengerjakan tawaf, sai, memotong atau mencukur rambut, tahallul, menanggalkan pakaian ihram, mengenakan pakaian biasa, serta melakukan apa-apa yang sebelumnya dilarang karena ihram, hingga tibanya hari Tarwiyah (tanggal 8 Dzul Hijjah, dan dinamakan “Tarwiyah” dari kata “riwayah” (meriwayatkan), sebab di hari itu imam meriwayatkan amalan-amalan haji kepada jamaahnya), saat itulah ia berniat haji dari Mekkah.

D. Makna haji ifrad

Haji ifrad berarti mengerjakan haji saja dari miqat, dan ketika membaca talbiah mengucapkan: labbaika bi haj (aku datang memenuhi panggilan-Mu untuk menunaikan haji), dan orang yang mengerjakannya tetap dalam keadaan ihram hingga selesainya seluruh rangkaian ibadah haji.

E. Haji yang paling afdhal

Para ulama berbeda pendapat tentang macam haji yang paling afdhal. Mazhab Syafi’i mengatakan, haji ifrad dan haji tamattu’ lebih afdhal daripada haji qiran. Mazhab Hanafi berpendapat, haji qiran lebih afdhal daripada haji tamattu’, dan haji tamattu’ lebih afdhal dari haji ifrad. Mazhab Maliki mengatakan, haji ifrad lebih afdhal daripada haji tamattu’ dan haji qiran. Sementara mazhab Hanbali berpendapat, haji tamattu’ lebih afdhal daripada haji qiran dan ifrad, dan inilah pendapat yang lebih pas dan lebih mudah dilaksanakan oleh orang yang menunaikan ibadah haji. Ini juga merupakan cara pelaksanaan ibadah haji yang dicita-citakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan telah diperintahkan kepada sahabat-sahabatnya.

F. Seseorang diperkenankan tidak menentukan macam haji

Yang akan dilakukannya
Orang yang hanya berniat mengerjakan apa yang diwajibkan Allah atasnya dan tidak menentukan jenis haji yang akan dilakukannya karena ketidaktahuannya tentang rincian ini, hajinya tetap sah, dan dia dipersilakan mengerjakan macam haji mana pun yang dia kehendaki.

G. Tawaf dan sai orang yang melakukan haji qiran dan tamattu’, dan penduduk Tanah Haram hanya bisa melakukan haji ifrad

Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu telah ditanya tentang haji tamattu’, maka dia menjawab, “Kaum muhajirin, kaum Anshar, istri-istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, dan kami telah membaca talbiah haji pada haji wada’. Sesudah kami tiba di Mekkah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, ‘Ubahlah niat haji kalian menjadi umrah, kecuali orang yang membawa kurban.’ Kami kemudian mengerjakan tawaf, sai, melakukan hubungan suami-istri, dan memakai pakaian biasa. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga bersabda, ‘Orang yang membawa kurban belum bisa bertahallul hingga kurbannya sampai ke tempat penyembelihannya.’ Lalu, pada hari Tarwiyah, beliau menyuruh kami berniat mengerjakan haji. Sesudah selesai mengerjakan serangkaian ibadah dalam ibadah haji, kami pun mengerjakan tawaf dan sai. Dengan begitu, haji kami telah selesai dan kami berkewajiban menyembelih kurban, seperti yang telah difirmankan Allah:
“Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) kurban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang kurban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali” (Al-Baqarah: 196).
Kambing memenuhi persyaratan untuk menjadi kurban, dengan demikian, mereka telah melakukan dua jenis cara pelaksanaan ibadah haji di tahun yang sama, dan Allah telah menurunkannya di dalam KitabNya dan sunah Rasul-Nya. Dia juga telah membolehkannya untuk orang-orang yang bukan penduduk Mekkah:
“(Demikian itu) kewajiban membayar fidyah bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekkah)” (Al-Baqarah: 196).
Bulan-bulan haji yang disebutkan Allah adalah Syawal, Dzul Qa’dah, dan Dzul Hijjah. Karena itu, orang yang memilih haji tamattu’ di bulan-bulan ini wajib menyembelih kurban atau berpuasa.” (HR Bukhari).
Hadits di atas adalah bukti bahwa penduduk Tanah Haram tidak bisa melakukan haji tamattu’ dan qiran, dan hanya bisa mengerjakan haji sendirian dan umrah sendirian (haji ifrad). Ini adalah pendapat mazhab Ibnu Abbas dan mazhab Hanafi yang didasarkan pada firman Allah, “(Demikian itu) kewajiban membayar fidyah bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekkah).” (Al-Baqarah: 196). Yang dimaksud penduduk Mekkah adalah orang-orang yang tinggal di sana, bukan orang-orang yang lahir di sana.

Hadits di atas juga merupakan bukti bahwa orang yang mengerjakan haji tamattu’ harus melakukan tawaf dan sai umrah terlebih dahulu, tawaf ini membuatnya tak perlu mengerjakan tawaf qudum yang merupakan “tawaf selamat datang”, kemudian dia harus mengerjakan tawaf ifadhah dan sai sesudah wukuf di Arafah.
Sedang orang yang mengerjakan haji qiran cukup mengerjakan manasik haji saja, ini menurut mayoritas ulama. Karena itu, ia hanya wajib mengerjakan satu kali tawaf dan satu kali sai, sama seperti orang yang mengerjakan haji ifrad.

Hadits tadi juga menunjukkan bahwa orang yang mengerjakan haji tamattu’ dan haji qiran wajib menyembelih kurban, minimal seekor kambing. Adapun orang yang tidak memilikinya wajib berpuasa tiga hari ketika masih mengerjakan ibadah haji dan tujuh hari ketika sudah pulang ke keluarganya. Yang lebih afdhal adalah mengerjakan puasa tiga hari di sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah sebelum hari Arafah, dan bila ternyata ia belum mengerjakan semuanya atau sebagiannya sebelum hari raya Idul Adha, dia diizinkan untuk mengerjakannya di hari-hari tasyrik. Hal ini didasarkan pada perkataan Aisyah Radhiyallahu ‘Anha dan Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhu “Hari-hari tasyrik tidak boleh dijadikan waktu puasa kecuali untuk orang yang tidak memiliki kurban.” (HR Bukhari). Dan kalau dia ternyata tidak sempat berpuasa tiga hari saat masih mengerjakan ibadah haji, ia wajib mengqadha’nya. Adapun mengenai puasa tujuh hari, sebuah pendapat mengatakan, ia boleh mengerjakannya ketika sudah pulang ke negaranya, namun pendapat lain menyatakan, ketika ia sudah tiba di rumahnya, dan puasa sepuluh hari ini tidak wajib berurutan.

Dikutip dari Buku: Ringkasan Fiqih Sunnah
Penulis: Sulaiman bin Ahmad bin Yahya Al-Faifi.
Cetakan: Ketiga
Penerbit: Beirut Publishing
Halaman: 378-381

www.inilahfikih.com

Alamat

Head Office

Jl. Jend. Basuki Rachmat No.15, RT.1/RW.9, Rw. Bunga, Jatinegara, Jakarta Timur, Jakarta 13350


Kantor Cabang Bogor

Jl. Kapt. Yusuf No 61 Kel. Sukamantri Kec. Tamansari Kab. Bogor Kode Pos 16610

Kontak Admin:

081212111260

Rekening Pembayaran

Pembayaran yang SAH hanya melalui rekening atas nama PT. Marco Tour Travel sebagai berikut:

  • Bank Syariah Indonesia (BSI): 7075341398 (IDR)
  • Bank Mandiri: 006.0077907792 (IDR)